Followers

Tuesday, December 29, 2009

LIFE IS LIKE A BOX OF COCONUTS

Buat sahabat2 maya, saya kongsikan bersama mutiara kata yg pernah saya terima drp seorang sahabat sejati kira-kira 13 tahun lalu. Harap bermanfaat buat kita semua...........

To love is like playing the piano. First, you must learn to play by the rules. Then, you must forget the rules and play from your heart.

As long as we have memories, yesterday remains, as long as we have hope, tomorrow awaits. As long as we have friendship, each day is never a waste.


There are some things that we never want to let go of. People we never want to leave behind, but keep in mind that letting go isn’t the end of the world. It’s the beginning of new life.

Sometimes, it is good to be ‘alone’, but that doesn’t make us lonely.

It is not a matter of being present ‘with’ someone, it is a matter of being present ‘to’ someone.

Many people will walk in and out of your life, but only few will leave footprints in your heart.

The greatest regret in our lives are the risks we did not take. If you think something will make you happy, go for it. Remember that you pass this way only once!

Heartbreaks will last as long as you want and cut deep as you allow them to go. The challenge is not how to survive heartbreaks but to learn from them.

True love doesn’t have a happy ending. That’s because true love doesn’t have an ending. A heart truly in love never loses but always believes in the promise of love, no matter how long the time and how far the distance.

We are never given dreams without also being given the power to make them come true.

Learning how to be alone need not be lonely; it means you’re ready to be with someone else.

A casual friend will say, “Hi, hello!”
A close friend adds, “How are you doing?”
But a true friend further asks “What can I do to help?”

Lots of people will want to ride with you in the limo, but what you want is someone who will take the bus with you when the limo breaks down.

God never closes a door without opening a window. He always gives us something better when He takes something away.

As I look back on my past, I remember the tears I cried, the jokes I laughed at, the things I missed and lost, but there’s one thing I’ll never regret, it’s the day you became my friend.

Love has its own time, season and own reasons! You can’t ask it to stay, you can only embrace it as it comes and be glad that for a moment in your life it was yours!

We have no rights to ask when sorrow comes, “why did this happen to me?”
Unless we ask the same question for every moment of happiness that comes our way.

The recipe of friendship
1 cup of sharing
2 cups of caring
1 cup of forgiveness and hugs of tenderness
mix all these together… to make friends forever
just because someone doesn’t love you the way you want them to, doesn’t mean they don’t love you with all they have.

To discover new oceans, you should lose sight of shore. Happiness is like perfume, you can’t pour on others without getting drops on yourself.

In relationship, thanks god when you’re hurting or crying. There you are given the chance to measure the important of the relationship of the person and of yourself…then you grow.

Friends are like stars. You can’t always see them, but you know they are there. Have great hopes and dare to go all out for them. Have great dreams and dare to live them. Have tremendous expectations and believe in them.

Life is like a box of coconuts, you’ll never know if its crushed or not.

Buat teman semua saya bersyukur ke hadrat Illahi, kerana dipertemukan di sini, moga jalinan persaudaraan ini kekal diredhai dan sentiasa di dalam keberkatanNya jua, insyaAllah.

Wednesday, December 16, 2009

Bapak why can't we drink wine & alcohol ?

View Image

Wahai kawan2 semua, ingin aku berkongsi cerita.....kisah yang berlaku kira2 seminggu sebelum aku berlepas menunaikan haji tahun lalu.

Pada satu pagi, sepertimana biasa aku berjalan kaki menghantar kedua2 anak (Hadi dan Amirah) ke sekolah. Kami berjalan sejauh 2.5 km dan mengambil masa kira-kira 20 minit. Memandangkan jadual kerja yang padat dan membataskan masa sembang aku dgn anak2 di malam hari, aktiviti berjalan kaki dari rumah ke sekolah aku manfaatkan sepenuhnya untuk berinteraksi dgn anak2 perihal sekolah dan kehidupan seharian mereka. Hadi (blm 8 tahun) paling suka bercerita bertanya hal itu ini berbanding Amirah (6 tahun setengah). Setiap hari ada saja soalan dan cerita yang dikongsikan bersama, selain kami selang selikan dengan teka-teki yang dicipta khas utk menguji minda.

Pagi tersebut selepas 7 minit berjalan kaki, tetiba Hadi bertanya "Bapak, why can't we drink wine and alcohol?" Saya terkesima dengan soalan jujur seorang anak kecil. Aku diam seketika, Amirah menarik tangan aku dan turut bertanya "Yeah....I also wonder why Bapak, can we drink it Bapak?" Aku membalas "why are u guys asking this kind of question....you know we should not drink alcohol, we r muslim, and Islam prohibit us from drinking alcohol". Hadi bagai tidak puas hati dengan jawapan balas aku dan sambung bertanya "Bapak...why actually Islam prohibit us from drinking wine and beer?" Amirah tidak lagi bertanya, namun anak matanya merenung tajam menanti jawapan. Aku masih meninjau2 akal dan fikiran mencari jawapan....Hadi bertanya lagi "why only Islam prohibit alcohol, all other friends in my class said that their believes never prohibit wine, beer, champagne........." Amirah menambah "even my teacher drink it, Bapak cud you tell us why Islam does not allow us to drink it?" Aku terkebil2 nak menjawap....soalan mudah, yg bertanya cuma anak2 sendiri.

Kalau anda di tempat saya, bagaimana ye nak menjawap soalan begini...........SILAKAN BERI CADANGAN JAWAPAN ANDA.......................

.......................bersambung


Wahai kawan2 maya yg budiman, setelah menerima pelbagai maklumbalas cadangan, ingin saya kongsikan jawapan saya kepada anak yg akhirnya menerima jawapan saya dan bersetuju alkohol tak boleh diminum oleh sesiapa pun, malahan yg lebih penting kedua2 anak larangan kpd alkohol adalah tepat dan sepatutnya agama lain juga mesti mengharamkan alkohol sepertimana Islam. Mari kita layan sambungan kisah ini.....

Semasa menerima soalan bertalu2 dr kedua2 anak, saya terus berjalan, diam seketika, memandang ke langit dan memohon di dlm hati berkata "Ya Allah, kau bagilah aku ilham utk menjawap soalan ini, berilah hidayah utk aku menegakkan hukum Mu ini". Semasa berinteraksi dgn Allah, anak saya Hadi, memegang tangan mengoyang2kan tangan kanan saya dan terus berkata "Bapak, can you tell me now, why we cannot drink alcohol, while all my friends said that they can drink it"......Mendengar soalan ini, saya terperanjat dan terus bertanya "What??? Are you telling me that all your friend drink alcohol....they're all just kids....you don't lie to me". Hadi menjawap "Oppps, i'm sorry, no they don't drink them but their parents" Hadi memohon maaf atas kesilapan soalan yg diajukan, pd masa yg sama saya terus mendapat idea menjawap soalan yg ditanyakan sejak 5,6 minit tadi.

Sy bertanya dgn nada selembut mungkin "Hadi, Amirah, do you know why your friends never drink alcohol?". Amirah tersenyum dan terus menjawab "of course they don't drink it, since they are small kids......" blm sempat Amirah berkata2, Hadi menyampuk dan berkata "Well...they said that small kids shud not take alcohol?" Saya terus bertanya "why did they said that?". Hadi menjawap "its simple, they said, alcohol is harmful to small kids....but its OK for adults to take them".

Saya bertanya "How cud something that harmful to be consume by kids cud be OK to adults?" Amirah dan Hadi serentak menjawap..."Ohh YES Bapak....they lied to us. Amirah menyambung, "I think we shud not take alcohol....if its not gud for our health when we are young, how could it be good for our aging body when we grow up....i think even adults shud stop taking alcohol" Mata Hadi bersinar2 dan berkata "today am gonna tell all my friend that, we shud not take alcohol even when we grow up bcos its not good to our health, and if they say it is not harmful, i will ask them to ask their parents permission to drink it now...don't have to wait till they grown up, am sure their parents will never allow that"....kedua2 Amirah dan Hadi ketawa menyedari kebodohon saranan kawan2nya yg menyatakan arak boleh diminum bila dah dewasa tp tak boleh diminum diusia kanak2.

Saya memandang ke langit dan di hati mensyukuri atas ilham yg disampaikanNya utk saya melunaskan tanggungjawab menegakkan yg hak...alhamdulillah. Moga kisah ini bermanfaat buat semua.

Terima kasih buat semua!!!

Tuesday, December 15, 2009

NATRAH.....bersalahkah aku Ya Allah?



Bertha Hertogh

15 Disember 2009 - Genap 59 tahun lalu di Lapangan Terbang Schiphol Amsterdam, ribuan manusia membanjiri balai ketibaan lapangan terbang bagi menyambut ketibaan gadis berusia 13 tahun yang mereka kenali sebagai Bertha Hertogh, yang kita kenali dengan nama Nadra@Natrah Ma'arof. Natrah adalah wanita keturunan Belanda yang menyebabkan Tragedi Rusuhan Natrah di Singapura pada tahun 1950.

Mungkin kebanyakan generasi muda masa kini dan juga generasi seusia saya kurang mengetahui latarbelakang, keistimewaan serta pengaruh Natrah yang mewarnai sejarah tanahair dengan berakhir dengan titik titik merah rusuhan dan menuntut olahan semula undang-undang syariah vis a vis undang-undang mahkhamah awam. Pengaruh gadis 13 tahun ini bukan hanya terhad di Nusantara, malah sentimennya melangkaui hingga ke benua Asia Selatan dan juga Timur Tengah. Malahan prosiding mahkhamah yang berlansung di Tanah Melayu (Singapura) pada ketika itu mendapat liputan luas seluruh dunia sehingga ke Russia, dengan kata lain, kes Natrah meletakkan Tanah Melayu ke peta dunia.

Sebagai anak Malaysia yang asal keturunan turut melibatkan negara-negara jiran Indonesia dan Singapura, kisah Natrah begitu terkesan di hati sejak saya kecil lagi. Arwah nenek yang berasal berkahwin dan mendapat anak pertama (Ibu saya) di Indonesia sebelum berhijrah menaiki kapal selam Tentera Bersekutu (Dutch/British Indies) ke Singapura di zaman Perang Dunia Kedua, pernah beberapa kali menceritakan kisah Natrah kepada saya. Tentunya kisah yang disampaikan melibatkan suami beliau (arwah Datuk) serta kaum2 keluarga yang turut terlibat sama malahan di tahan oleh pihak berkuasa dalam usaha mengelakkan kejadian yang tidak diingini terjadi kepada mereka di dalam rusuhan tragedi Natrah. Penglibatan tokoh-tokoh Malaya terkenal seperti Karim Ghani, Dr Burhanuddin Helmi, Mohd Taha Kalu, Darus Sheriff, Mohammed Murtazza, Syed Ali al-Attas, MA Majid, Prof Dr Ahmad Ibrahim dan Tun Sardon Jubir, yang saya kagumi dan turuti sumbangan mereka dalam kes Natrah dan juga penjuangan kemerdekaan kemudiannya, turut melayakkan lagi kisah Natrah diangkat menjadi teladan dan sempadan buat generasi muda dan yang akan datang.

Siapa Natrah??? Mungkin ramai dah kian mengenali beliau sejak beliau meninggal dunia pada 8 Julai lalu, mungkin juga mengenali beliau melalui garapan teater Natrah yang di persembahkan di Istana Budaya Kuala Lumpur. Nama-nama GAH seperti Maya Karin, Sofea Jane, Ummi Aida, Samantha Schubert...sudah cukup menarik minat ramai menyaksikan Natrah di tangan Erma Fatimah. Apa yang lebih penting....mengapa Natrah mampu menarik minat nama2 gah tersebut untuk menjayakan teater berkenaan. Saya sendiri tidak berpeluang melihat teater berkenaan, namun jauh di sudut hati bagai yakin kisah yang dipaparkan dilayar teater lebih condong kepada kisah cinta Natrah dan Mansor, walhal kisah Natrah perlu dilihat sejujur mungkin bagi memahami tragedi sebenar di Malaya di penghujung tahun 1950, hingga mendapat perhatian dunia.

Mari kita layari kronologi ringkas kisah hidup Natrah yang di susun semula bersumberkan bacaan, pergaulan dan juga Wikipedia :-

24 Mac 1937 - Natrah dilahirkan di Tjimahi, Jawa, Indonesia dengan nama Bertha Hertogh atau Maria Huberdina Hertogh, dan seterusnya di batiskan sebagai kristian di Roman Catholic Church of St. Ignatius di Tjimahi pada 10 April 1937 oleh paderi gereja terbabit. Bapanya Sarjan Adrianus Petrus Hertogh berbangsa Belanda dan ibunya Adeline Hunter (seorang Eurasion berbangsa Scotland/Melayu(Jawa).

29 Disember 1942 - Adeline melahirkan anak ke 6 (lelaki). Akibat tuntutan kemiskinan, Bertha Hertogh diserahkan untuk dipelihara kepada Che Aminah Mohamad. Usia Natrah ketika itu 5 tahun. Ibunya Adeline dan neneknya Nor Louise menyerahkan Bertha kepada seorang kawan rapat mereka iaitu, Che Aminah tanpa pengetahuan bapanya Sarjan Adrianus Petrus Hertogh yang pada ketika itu ditawan oleh tentera Jepun.

Che Aminah Mohamad atau Mak Minah adalah seorang peniaga kain di Jawa yang berasal dari Kemaman, Terengganu. Menurut keterangan Natrah, Che Aminah bukanlah pembantu rumah kepada keluarga Hertogh, malahan ada pandangan yang menyatakan, Aminah adalah seorang usahawan berjaya, dan dipilih oleh Adeline untuk memelihara Bertha demi menjamin masa depan Bertha. Sebaik sahaja Bertha Hertogh diserahkan kepada Aminah beliau diberikan nama Natrah dan hidup dalam suasana dan ajaran Islam.

Perkara ini menurut penyataan mahkhamah Aminah, memang diketahui oleh Adeline yang menyatakan beliau memberi sepenuhnya hak penjagaan Bertha kepada Aminah serta menyambut baik hasrat Aminah membesarkan Bertha sebagai seorang yang beragama Islam, memandangkan Adeline sendiri dibesarkan secara Islam di Jawa.

Bagaimanapun dalam penyataan balas mahkhamah, Adeline menentang pernyataan Aminah, dan menyatakan beliau hanya menyerahkan Bertha kepada Aminah untuk tempoh 3,4 hari sahaja memandangkan keadaan beliau yang baru sahaja melahirkan anak lelaki, dan tidak pernah bersetuju Bertha dibesarkan sebagai orang Islam.

15 November 1945 - Kebangkitan nasioanalis Indonesia membibitkan kegusaran Aminah akan keselamatan anak angkatnya, Aminah membawa Natrah pulang ke Kampung Banggol, Kemaman, Terengganu melalui Singapura kerana orang Indonesia ketika itu meluap-luap membenci orang kulit putih yang dianggap bangsa penjajah.

Penghujung 1945 - Bapa Natrah, Sarjan Petrus Hertogh dibebaskan selepas Hiroshima dan Nagasaki dibom dengan bom atom oleh Amerika. Beliau mendakwa telah pulang ke Bandung, Jawa dan mencari anaknya Natrah. Bagaimanapun, Adeline dan Hertogh akhirnya ke Belanda tanpa menemui Natrah. Usaha mencari diteruskan melalui teman-teman dan pegawai kerajaan Inggeris dan Belanda.

19 Ogos 1949 - Polis Semarang memberitahu Petrus Hertogh, Natrah berada di Kemaman.

September 1949 - Natrah ditemui oleh Arthur Locke, Penasihat British di Terengganu sewaktu pertunjukan senaman di padang Sekolah Perempuan Melayu Chukai.

Pada awal 1950, Aminah diminta memulangkan Natrah kpd kedua ibubapanya melalui Penasihat British dan ditawarkan wang berjumlah $500 sebagai bayaran gantirugi selama menjaga Natrah selama 7 tahun (sejak Dis. 1942)

12 April 1950 - Che Aminah membawa Natrah ke Singapura atas perancangan dan muslihat Sarjan Hertogh. Sekiranya kes Natrah tidak di bawa ke Singapura, keputusan mahkhamah tentunya berbeza daripada apa yang dimuktamadkan.

natrah11

22 Mei 1950 - Ketua Hakim Mahkamah mengarahkan Natrah diletakkan di bawah Jabatan Kebajikan Masyarakat,Singapura

24 April 1950 - Natrah dihantar ke Girls Homecraft Centre, York Hill, Singapura

28 April 1950 - Che Aminah membuat rayuan untuk mendapatkan balik hak penjagaan terhadap Natrah melalui peguambela Encik Ahmad Ibrahim daripada syarikat peguam S.C. Goho & Co.

19 Mei 1950 - peguambela Ahmad Ibrahim menghujah di mahkamah bahawa Che Aminah Mohamad berhak menjadi penjaga Natrah. Profesor Dr. Ahmad Ibrahim menjadi protaganis dan antara tokoh yang amat dihormati dalam kes Natrah di Singapura .

28 Julai 1950 - Che Aminah menang kes rayuannya. Natrah dikeluarkan daripada York Hill.

1 Ogos 1950 - kerana takut peristiwa berulang, Aminah sedar yang beliau, tidak mempunyai sebarang dokumen rasmi untuk memelihara Natrah, mengambil keputusan untuk mengahwinkan Natrah dengan Mansor Adabi secara nikah gantung di rumah bapa angkat Mansor Adabi iaitu En. M.A.Majid di 139, Seranggoon Road, Singapura. Ketika ini Natrah berusia 13 tahun manakala Mansor Adabi 22 tahun. Kedua-dua dikatakan jatuh cinta pandang pertama sejak dipertemu dan disatukan.
.

Dalam Undang-Undang Syariah Islam, perempuan umur 13 tahun dibenarkan kahwin bagaimanapun ianya bertentangan dengan undang2 sivil. Ada pendapat yang mengkritik pernikahan inilah sebenarnya punca kepada Aminah kehilangan Natrah, kerana pernikahan tersebut mengundang campurtangan mahkhamah sivil yang menganggap pernikahan gadis bawah umur mengikut undang2 sivil adalah tidak sah dan perlu mendapat persetujuan "penjaga". Istilah "penjaga" inilah akhirnya menyerat semula kes Natrah ke mahkhamah, memandangkan persetujuan penjaga yg sah perlu diperoleh sebelum pernikahan tersebut dianggap sah. Pd masa itu, Aminah bukanlah penjaga yang sah dan pada masa yang sama bapa Natrah menuntut hak penjagaan anaknya itu.

Selain itu, ada pengamal undang2 berkongsi pandangan yang tempat pernikahan Natrah-Mansor yang berlangsung di Singapura yang di bawah kawalan Pesuruhjaya Tinggi British merupakan satu percaturan yang salah. Sekiranya pernikahan tersebut tidak berlangsung di Negeri-negeri Selat sebaliknya berlangsung di seberang tambak (Johor) atau di Kemaman (kampung Aminah), tentunya pihak British akan menghadapi kesukaran mencabar kedudukan institusi pernikahan antara kedua mereka.

2 Disember 1950 - Ketua Hakim megeluarkan perintah yang ketiga untuk didengar di mahkamah tentang kesahihan perkahwinan dan hak penjagaan Natrah. Mengikut undang-undang Belanda , seorang anak yang berusia 16 tahun ke bawah, bapanya berhak menentukan kehidupannya. Pendakwa berhujah sama ada Natrah berhak dikahwinkan dan terus menganut agama Islam ataupun tidak. Mahkamah memutuskan, selagi tidak mencapai umur 18 tahun ke atas, hanya penjaga yang berhak ke atasnya. Mahkamah tidak menyebut ibubapa tetapi penjaga.

Dalam kes Natrah ini, mahkamah mengakui Natrah secara rela tanpa dipaksa oleh sesiapa hendak meneruskan kehidupan sebagai seorang muslim. Mahkamah mengatakan pula, siapa yang boleh menafikan hak Natrah daripada didedahkan kepada agama Kristian? Bapanya lebih berhak ke atasnya. Lebih-lebih lagi bila bapa Natrah mengangkat sumpah menyatakan beliau tidak pernah bersetuju Natrah memeluk agama Islam dan Natrah telah dibaptiskan sebagai kristian slps kelahirannya. Tambah menyedihkan Aminah gagal membawa surat yang ditulis oleh Adeline Hunter yang didakwa menyerahkan hak penjagaan sepenuhnya Natrah kepada Aminah.

12 Disember 1950 - Hakim bertugas - Justice Brown memuktamadkan Natrah dikembalikan kepada ibu bapa kandungnya. Dalam keputusannya beliau menyebut "It is natural that she should now wish to remain in Malaya among people whom she knows. But who can say that she will have the same views some years hence after her outlooks has been enlarged, and her contacts extended, in the life of the family to which she belongs?"

ibu & natrah

59 tahun berlalu, saya terfikir tentu lahir segumpal kekesalan di hati Justice Brown melihat rentetan hidup Natrah, mungkin Justice Brown turut terfikir dimanakah letaknya JUSTICE bilamana melihat kesan daripada keputusan 11 Disember 1950 yang dimuktamadkan beliau sendiri yang jelas tersasar dr objektif melihat kebahagiaan Natrah di Belanda.

12 Disember 1950 - Rusuhan Natrah berlaku kerana masyarakat Islam di Singapura dan Tanah Melayu kecewa keputusan mahkhamah. Dalam kekalutan pergolakan sehingga menggadaikan 18 nyawa dan ratusan kecederaan, pihak berkuasa British membawa Natrah keluar secara sembunyi ke St. John Island (pulau kecil berhampiran Singapura). Ramai berpandangan, rusuhan yang berlaku sebenarnya bukanlah berpunca daripada keputusan mahkhamah memandangkan peguambela2 Aminah menyakinkan maysrakat Islam setempat untuk merayu semula kes berkenaan, tetapi api kemarahan masyarakat Islam di Kota Singa sebenarnya berpunca daripada sekeping gambar yang diulang cetak di akhbar tempatan, iaitu gambar Natrah melutut di hadapan patung Virgin Mary.

rusuhan

rusuhan di singapura

13 Disember 1950 - Natrah dan ibu kandungnya meninggalkan St. John Islands, Singapura menuju Belanda dengan kapal terbang KLM.

Ada protes orang Islam di Karachi, Pakistan yang bersimpati dengan Natrah.

15 Disember 1950 - Natrah sampai di Lapangan Terbang Schiphol, Amsterdam, Belanda; disambut oleh lebih 4000 orang Kristian Belanda beserta sorakan selamat datang dan sepanduk ‘Welcome Back Bertha’. Mereka dari ‘Bertha Hertogh Comittee’ yang dibentuk oleh bapanya, Sarjan Hertogh.

Di rumahnya di Bergen Op Zoom , kehidupan Natrah sentiasa dikawal ketat oleh polis Belanda. Dia pernah bertanya tentang ‘Di mana masjid?'. Natrah minta sejadah, bertanyakan khiblat dan tak lupa sembahyang 5 kali sehari. Kecintaannya pada Islam dan juga Malaya bagai tidak mudah padam, beliau dikatakan terus bersolat 5 waktu sehari semalam dan tidak mahu memakan makanan ruji Belanda selain hanya ingin memakan nasi sepertimana di Tanah Melayu. Ibu beliau Adeline yang sememangnya dibesarkan di tanah Jawa terpaksa memasak nasi dan masakan Melayu/Indonesia setiap hari bagi menawan semula hati dan memujuk Natrah. Malahan Natrah yang tidak tau berbahasa Belanda tetap bercakap dalam bahasa Melayu sepanjang beberapa tahun di Belanda, komunikasi Natrah dengan keluarga dan masyarakat setempat cukup terbatas, melainkan dengan ibunya sahaja.

Pada masa yang sama, ibu bapa Natrah mula mencari guru bahasa Belanda untuk datang ke rumah mengajar beliau bahasa. Guru yang dikenalpasti merupakan seorang paderi wanita, selain mengajar bahasa Belanda pada masa yang sama paderi tersebut menyelitkan juga fahaman kristian yang menjadi pegangan keluarga Natrah. Sedikit demi sedikit, akhirnya Natrah sudah mula faham dan bercakap bahasa Belanda dan di ajak berjinak-jinak ke gereja bersama keluarga setiap hari Ahad.

Januari 1952 - Mansor Adabi menerima surat daripada seorang pemuda Belanda bernama JC Vermeulen tentang kehidupan Natrah. JC Vermeulen adalah pedagang import-eksport Belanda.

9 Januari 1951 - Surat 1 daripada Mansor Adabi kepada Natrah dalam tulisan Jawi, berbahasa Melayu.

10 Januari 1951 - Surat 2 daripada Mansor Adabi kpada Natrah, antaranya menceritakan nasib Karim Ghani (seorang Indian Muslim Singapura yang dianggap ekstrimis Islam dan didakwa mendalangi tragedi oleh pihak penjajah) yang masih ditahan.

17 September 1951 - Surat daripada Mansor Adabi kepada Natrah.

25 Januari 1953 - Surat Mansor Adabi kepada Natrah

Difahamkan, walaupun Mansor beberapa kali menulis kepada Natrah, namun surat2 Mansor tidak sampai ke tangan Natrah. Mengikut cerita, surat2 Mansor berkisar perasaan beliau kepada Natrah serta hasrat beliau yang tidak pernah padam untuk membawa isterinya itu pulang ke Tanah Melayu.

Mac 1953 - Surat pertama daripada Natrah kepada Mansor Adabi dalam tulisan rumi berbahasa Melayu-Indonesia. Dia telah menjadi Kristian Katholik dan minta Mansor Adabi jangan menulis kepadanya lagi. Katanya beliau tidak lagi sukakan Mansor dan bencikan Malaya. Natrah menggunakan nama asalnya ‘Bertha Hertogh’. (Kesahihan surat ini tidak dapat dibuktikan memandangkan Natrah tidak mengaku beliau menulis surat ini)

20 Julai 1953 - Surat Bertha kepada JC Vermeulen disampaikan kepada Mansor Adabi.

1954 - Kecewa dengan isi surat Natrah kepadanya, Mansor Adabi berpatah arang dan berkahwin dengan anak muridnya Zaiton Jahuri. Mansor Adabi menghantar kad undang perkahwinan kepada JC Vermeulen. Natrah membaca liputan akhbar berhubung perkahwinan suaminya (Mansor) berasa amat kecewa. Kekecewaan itu dicurahkan kepada temannya Johannes Gerrit Vermeulen.

26 Januari 1956 - Telegram daripada JC Vermeulen kepada Mansor Adabi menyatakan Bertha ingin kembali bersama Mansor Adabi di Malaysia. Bagaimanapun pada masa tersebut Mansor sudah kecewa dengan Natrah yang dianggap ingkar pada ikatan perkahwinan mereka melalui surat Natrah yang diterima, sedangkan surat tersebut tidak pernah ditulis oleh Natrah. (Dikatakan surat tersebut sebenarnya ditulis oleh samada Kakak atau Ibu kandung Natrah yang sememangnya boleh berbahasa Melayu/Indonesia)

20 April 1956 - Bertha yang turut kecewa dengan Mansor yang dianggap tidak pernah mengutus berita, akhirnya berkahwin dengan Johan Gerardus Wolkenfelt, seorang askar ketika Natrah berumur 18 tahun. Umur Wolkenfelt 21 tahun. Wolkenfelt berhenti menjadi askar dan menjadi tukang kayu.

Ada juga menyatakan perkahwinan ini adalah perkahwinan yang dirancang oleh keluarga Bertha yang inginkan beliau melupakan kisah silam di Malaya. Ada juga mengatakan Bertha sengaja mengahwini Wolkenfelt bukan kerana kecewa dengan Mansor tetapi sudah tidak tahan hidupnya diikuti oleh pihak berkuasa Belanda selama 5 tahun berterusan sejak pulang ke Belanda. Baik semasa beliau ke sekolah, ke taman permainan, ke klinik, ke mana jua hingga beliau naik jemu sehinggalah beliau memutuskan untuk berkahwin, barulah pihak berkuasa berkenaan tidak lagi menghampiri beliau.

15 Februari 1957 - Bertha bersalin anak lelaki pertama. Namun Bertha jelas kurang gembira dengan kehidupan di Belanda, dan difahamkan dalam laporan De Telegraaf, Bertha menyatakan ketidakceriaan hidupnya, keinginannya untuk kembali ke Tanah Melayu, dan siri-siri perbalahan antara beliau dan ibu beliau dikatakan berterusan sejak kepulangan beliau ke Belanda. Antara perbalahan yang berlaku termasuklah soal memilih cara hidup, agama, pegangan, pasangan hidup, pemakanan dan sebagainya. Perbalahan turut berpunca daripada Natrah yang selalu membandingkan kasih sayang ibunya (Adeline) berbanding Aminah yg bagi Natrah sesempurna manusia bergelar ibu. Ada juga yang menyatakan atas desakan hidup, Adeline mengambil barang2 kemas kepunyaan Natrah yang dihadiahkan oleh Aminah, dan mengadainya bagi meneruskan kelangsungan hidup, selain memaksa Natrah bekerja berbelas2 jam sehari untuk menampung perbelanjaan keluarga. Tindakan2 tersebut tambah mengeruhkan hubungan antara dua beranak ini.

Pernah juga dilaporkan, atas hasrat untuk cuba memberi sinar bahagia kepada Bertha, Johan (suaminya) mula berutus surat dgn Mansor bagi merealisasikan hasrat Bertha menemui ibu angkatnya - Aminah. Bagaimanapun atas sebab masalah kewangan keluarga Johan, hasrat tersebut tidak tercapai sehinggalah Aminah menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 1976.

20 Januari 1959 - Surat daripada Mansor Adabi kepada Bertha menceritakan dia sudah berkeluarga. Semua surat-surat Mansor Adabi tersimpan dalam fail ‘Personal – Mansor Adabi’ di Arkib Perbandaran Bergen op Zoom, Belanda.

25 November 1975 - Televisyen Belanda NRVC meriwayatkan kembali kisah hidup Bertha dalam filem dokumentari The Time Just Stood Still selama 20 minit. Bertha, Wolkenfelt dan Mansor Adabi turut dijemput diwawancara dalam dokumentari itu. Ketika itu Bertha mempunyai 10 orang anak dan hidup dalam penuh kesusahan. Sedangkan Mansor Adabi sebagai seorang guru dan peguam, hidup mewah.

Ada pandangan yang mengatakan, selepas melihat dokumentari tersebut, Natrah seperti hilang akal membandingkan nasib diri dan tuah Mansor, dan menyalahkan org tuanya yang memaksa dia pulang ke Belanda dan melalui segala kesusahan hidup yang di hadapinya berbanding kemewahan yang boleh dinikmatinya jika terus bersama Aminah dan suaminya Mansor.

16 Ogos 1976 - Bertha didakwa di mahkamah atas tuduhan cuba membunuh suaminya JG Wolkenfelt. Dia dibebaskan atas simpati hakim terhadap latar belakang hidupnya. Bertha dan Wolkenfelt bercerai. Mulanya dia merancang bubuh racun berwarna biru – tak berjaya. Kemudian dia berpakat dengan temannya Tom Ballermans dan Adrie Jansen dan membeli sepucuk pistol revolver. Anaknya Corie menyedari rancangan bunuh itu, dilapor kepada polis dan Bertha ditangkap.

Ada yang menganggap tragedi ini berlaku atas rasa hampa Bertha kepada suaminya yang dianggap gagal membahagiakan hidup mereka sekeluarga, dan sedikit sebanyak dokumentari The Time Just Stood Still turut berperanan meluluhkan hati Bertha yang sebenarnya kecewa sejak dipisahkan dengan org2 yang disayanginya.

1976 - Che Aminah meninggal dunia di Chukai, Terengganu ketika berusia 70an.

26 Disember 1976 - Natrah dilaporkan sakit jiwa oleh Utusan Malaysia. Tetapi hal ini dinafikan oleh anak-anak Natrah. Ada yang berpendapat jiwa Natrah begitu kacau dgn berita ibu angkatnya sakit dan kemudiannya meninggal dunia tanpa dapat beliau temui sejak dipisahkan secara paksa 26 tahun sebelum itu. Ditambah pula dengan kegagalan perkahwinan Natrah dgn Johan G. Wolkenfelt.

■ Tiga tahun kemudiannya pada Disember 1979 - Bertha dilaporkan berkahwin dengan Tom Ballermans – lelaki yang selalu datang ke restoran Bertha dan yang dikatakan bersepakat dengan Bertha untuk membunuh suaminya Johan G Wolkenfelt. Tom membeli rumah di Ossendrecht, Belanda kira-kira 12 km dari Bergen Op Zoom, Belanda.

1983 - Perkahwinan kali ini hanya bertahan kurang 4 tahun, Bertha bercerai dengan Tom Ballermans.

15 September 1984 - Bertha meninggalkan Belanda ke Amerika Syarikat mencari kehidupan baru bersama Ben Pichel dan hidup tanpa kahwin. Ben Pichel ialah seorang lelaki Indonesia berasal dari Jakarta dan bekerja di pasar-pasar malam di Belanda dahulu. Ben kemudian mendapat taraf warganegara Amerika Syarikat.

■Bertha menetap di Nevada, Amerika Syarikat dan meninggalkan anak-anaknya di Belanda. Dia pernah bekerja sebagai tukang masak dan pengemas bilik hotel dan motel. Kemudian dia bekerja sebagai pencuci rumah dan bangunan.

■Sekitar tahun 1997, Natrah dibawa pulang ke Kemaman bertemu keluarga angkat. Beliau dikatakan masih fasih berbahasa Melayu pelat Indonesia dan amat sukakan masakan tempatan terutamanya ketupat daun palas. Semasa di bawa ke Malaysia, beliau di temani Ben Pichel dan 2 wartawan Belanda. Selanjutnya beliau sekali lagi di bawa masuk ke Malaysia pada tahun 1999, bagaimanapun tidak ramai yang mengetahui kedatangan beliau kali ini atas permintaan Natrah sendiri. Kedatangan pada tahun 1999 adalah memenuhi jemputan pihak tertentu yang sedang melengkapkan Biografi Natrah yang di usahakan gigih oleh Datin Fatini.


mainpix

9 Julai 2009 - 10 tahun selepas kedatangan akhir beliau ke Malaysia, Bertha atau Natrah, dilaporkan meninggal dunia di kediamannya di Huijbergen, Belanda. Beliau meninggal akibat leukemia pada usia 72 tahun.

Selepas kematian beliau, lebih banyak persoalan berlegar, antaranya:-

1. Benarkah beliau mencintai Mansor?

2. Apakah agama sebenar beliau?

3. Mengapa beliau tidak memilih untuk memeluk Islam di akhir usia?

4. Mengapa beliau yang dikatakan cintakan Tanah Melayu tidak memilih Malaysia atau Singapura dlm meniti hari2 tuanya?

Dan banyak lagi persoalan yang bersarang difikiran segelintir masyarakat dunia yang mengikuti perkembangan Natrah.

Namun bagi saya mudah, selepas ditakdirkan berpisah dgn segala-gala yang disayanginya secara paksa termasuklah agama, mungkin bagi Natrah hidup tiada gunanya, hanya menunggu masa untuk beliau pergi memejamkan mata.

Mansor....oh ye, ramai generasi muda seolah2 skeptikal dgn hubungan cinta Mansor-Natrah, tp jgn dilupa pada tahun 40an dan awal 50an perkahwinan diusia muda, dan arranged marriage adalah perkara biasa. Malahan ianya juga sesuatu yang biasa di Eropah, dengan syarat mendapat restu org tua/penjaga. Saya yakin 100% cinta Natrah pd Mansor tidak pernah berbelah bagi. Hubungan dan/atau perkahwinan ke 2, ke 3 dan ke 4 Bertha kepada Johan, Tom dan Ben hanyalah hasrat Natrah untuk mengisi lompong hidup yang kosong setelah kehilangan Aminah dan Mansor. Kalau Natrah tidak cintakan Mansor sepenuh jiwanya, mana mungkin beliau tetap mengenangkan jejaka yg pertama menawan hatinya hinggalah ke akhir usia. Tidak mungkin juga beliau mengutus berita utk kembali kepada Mansor wp mengetahui Mansor telahpun berkeluarga pada penghujung tahun 50an lalu.

Ada juga yang berkata, kalau betul Natrah sukakan Malaysia, kenapa dia tak memilih untuk tinggal di sini. Well...of course it is easier said than done. Seorang wanita yang punyai 10 orang anak dan cucu cucu, mana mungkin semudah A.B.C. meninggalkan zuriat yang dikandungkan selama 9 bulan, dilahirkan dan dididik selama ini. Walau sehebat mana gelodak jiwa Natrah untuk kembali ke Malaysia, namun saya yakin naluri seorang ibu membataskan segala kemungkinan, sehingga beliau mengorbankan impian peribadi demi hidup bersama anak2 kandungnya. Apatah lagi memikirkan kehidupan beliau yang tentu kesunyian kerana Aminah dan Mansor telah lebih awal meninggalkan dia buat selama-lamanya.

Agama....sudah tentu matinya Natrah akan dlm Islam sekiranya prosiding mahkhamah berpihak kepada Aminah 59 tahun lalu. Namun takdir Allah tidak dapat di duga tidak juga bisa diubah, Natrah redha menerima takdir yang dibebankan kepada beliau namun gagal mempertahankan keIslaman beliau di usia yang muda tanpa asuhan dan pimpinan agama oleh sesiapa jua di Belanda. Mungkin ada yang bertanya, mana perginya institusi Islam di Belanda pada ketika itu, tp kita perlu ingat, jika di bumi Malaya, kejayaan telah berpihak kepada ibu bapa Natrah, amat sukar dibayangkan di bumi Belanda ketika itu akidah Natrah dapat ditegakkan semula, lebih2 lagi dengan pengawasan 24 jam selama 5 tahun sejak ketibaan Natrah di Amsterdam pada 15 Disember 1950 sehinggalah saat perkahwinannya dengan Johan. Seorang dlm usia semuda 13 tahun dijadikan rebutan antara dua budaya dua agama, yang memporakperandakan kehidupannya......akhirnya seolah2 fobia utk memutuskan agama untuk dirinya. Fobia kerana pegangan agama yang dicintainya dulu (Islam) mengakibatkan rusuhan kaum, menghancurkan hati2 org yg disayangi malahan hatinya sendiri, menyulitkan hubungan antara dua negara, menggadaikan nyawa dan masa depan anak2 bangsa yang menyebelahi agama yang dianutinya. Fobia tersebut menyebabkan beliau dikatakan memilih untuk menjadi aties.

Namun agak pelik juga dalam suatu wawancara 1 minit yang dibuat oleh Mansoon Pictures kurang 2 bulan sebelum kematian beliau, beliau ada menyebut "I hope you show respect to everybody, to religion (disebut tanpa S) and to God, God bless you and thank you". Sekiranya beliau ateis tidak mungkin beliau menyampaikan kata2 sedemikian. Malahan ada yang mengatakan Natrah bersedia memeluk Islam, jika Ben (lelaki terakhir bersama beliau) juga beragama Islam.

Walau apapun persoalan yang cuba dirungkai, tentu tiada yang dapat menjangkakan dengan tepat gelora rasa di hati Natrah. 1 yang pasti Allah lebih mengerti segalanya. Dipinjamkan Natrah kpd kita utk kita menilai dan melengkapi kepicangan pada masyarakat hari ini. Atas dasar cinta, tidak salah Adeline/Petrius menuntut kembali anak kandungnya - Natrah setelah ekonomi keluarga kembali selesa. Atas landasan yang sama juga Aminah bermati-matian berusaha mendapatkan hak penjagaan Natrah yang dibesarkan dengan limpahan kasih mesra. Atas rasa cinta membara membawa Mansor menggadaikan hampir segalanya demi membangunkan istana cinta yang baru dibina. Juga kerana cinta Natrah mempertaruhkan jiwa raganya untuk bersama Aminah dan suami tercinta. Jauh lebih penting atas dasar cinta kepada agama, bangsa dan negara telah membawa Aminah, Mansor, Karim Ghani, Dr Burhanuddin Helmi, Mohd Taha Kalu, Darus Sheriff, Mohammed Murtazza, Syed Ali al-Attas, MA Majid, Prof Dr Ahmad Ibrahim dan Tun Sardon Jubir serta ribuan umat Islam di Malaya, berjuang demi menegakkan akidah seorang gadis berusia 13 tahun 59 tahun yang lalu.

Takdir tidak mungkin dapat diubah, moga kekalutan 59 tahun lalu menjadi iktibar buat semua. Kekusutan hidup Natrah selama 59 tahun slps pulang ke Belanda patut dijadikan pengajaran buat semua terutamanya buat mereka yang mengagung2kan undang2 sivil berbanding syariah. Jelas Allah lebih mengetahui....wp 13 tahun umur yg di anggap terlalu muda, namun kita amati jika mahkhamah berpihak kepada kehendak gadis berusia 13 tahun ketika itu, mungkin seribu kebahagiaan menjadi milik bersama semua, bukan hanya Aminah, Mansor dan Natrah mungkin juga Adeline/Petrus dan juga Justice Brown yang turut mengimpikan kebahagiaan Natrah. Mengikut rekod tiada siapa yg pernah menemurah Adeline/Petrus juga Justice Brown untuk menilai kewibawaan keputusan mahkhamah 59 tahun lalu. Bagi saya, Tragedi Natrah bukan berakhir pada detik 15 Disember 1950 tetapi ia melangkaui benua dunia timur dan barat, melewati jarak waktu 59 tahun, sehinggalah terhentinya nafas akhir Natrah pada Julai 2009 yang baru lalu.

Selasa 15 Disember 2009, jam di PC menunjukkan tepat jam 6.35 minit petang waktu Eropah....masuk waktu Isya'....dalam kedinginan malam yang mencecah minus 3 darjah Celcius, aku berilusi sendiri -- 59 tahun lalu, pada hari pertama ketibaan Natrah di Belanda, tentunya Natrah dalam seribu kebingungan mencari arah kiblat dalam sejuta kesedihan mengharap ehsan ibubapa kandungnya utk bersolat Isya' serta tak putus putus berdoa agar diberikan segala yang terbaik buat semua yang dicintainya yang ditinggalkan di Malaya. Terbit difikiran ku, patutkah aku doakan segala kesejahteraan buat Natrah yang kini tiada lagi di sisi kita, terbit juga kekesalan kerana tidak pernah mendoakan beliau sejak dulu2 lagi.......bersalahkah aku Ya Allah?

"Ya Allah, andai ada walau sekelumit cinta Natrah pada Mu di hujung usianya, Kau terimalah Natrah seadanya...."



Monday, December 7, 2009

Iman Muhammad Rayn - Kisah di sebalik nama, Kebetulan di sebalik tarikh kelahiran

Salam dari Paris,

Jam 9.30 pagi hari Jumaat 27 November 2009 bersamaan 10 Zulhijjah 1430, kami sekeluarga dikurniakan seorang lagi permata hati.

Mlm sebelum kelahiran, saya pulang lewat dr urusan pejabat....bukan urusan apa pun, cuma ada gathering dengan kawan2 bagi mengucapkan selamat jalan kepada seorang staff. Aku pulang jam 1 pagi....Paris begitu dingin ketika itu. Masuk ke bilik, isteri (Mai) mengadu contraction dah terasa, aku bersolat Isya' dan mengaji menghabiskan juz ke 9, Surah al-Anfal. Bbrp kali aku bertanya sblm tidur samada isteri ingin dihtr ke klinik bersalin, dia berkata, "tak pe, tidurlah dulu, esok pagi je, kalau dah tak tahan baru kita pergi". Kami tidur...tp terjaga2 bbrp kali sepanjang mlm kerana isteri berasa kurang selesa. Tiap kali celik mata, aku bertanya soalan yg sama...namun jwpn isteri tetap sama"esok pagi" katanya. Dalam hati kecil aku berkata2...."mmm...memang dah agak, kalau ikut kiraan mesti lahir 27 November". Bukan setakat kiraan....kalau ikutkan beberapa kebetulan....pasti baby ni akan lahir 27 Nov....tiada tarikh lain lagi..... aku tersenyum dan tidur seketika.

Aku bangun agak awal, jam 5.30 pagi, mandi, bersarapan dan terus bersiap untuk menghantar isteri ke klinik yg berhampiran dan Kedutaan Republik Indonesia (Paris). Alhamdulillah, kakak dan abg ipar sekeluarga yg sememangnya bercuti di Paris ketika itu, ada di rumah, merekalah yg menguruskan persiapan hari raya haji yg jatuh pada hari yg sama. Sblm meninggalkan rumah aku sempat menghabiskan bacaan Surah al-Anfal di permulaan Juz ke 10. Sebaik sahaja selesai surah tersebut, aku menyelak helaian quran dan bagai satu kebetulan, surah seterusnya adalah Surah at-Taubah....surah yg punya byk maknanya kpd diri semasa di tanah suci tahun lalu Selanjutnya, kami menaiki kereta, aku memasang kaset lagu Sami Yusuf yg diberikan oleh abang yg pd ketika itu berada di Mina menunaikan haji. Hanya sempat mendengar 1 lagu saja - Muallim, lagu yg memuji memuja Rasul pilihan Muhammad saw, kami tiba di Clinique de la Muette. Dlm hati berkata "eh...kebetulan lagi, mmg nak namakan baby ni Muhammad, tgk2 bukak je kaset lagu Muallim".

Jam 7.10 pagi, isteri dibawa masuk ke bilik bersalin.

Jam 8.20 aku berjalan kaki menjemput abg ipar dan anak saudara (Hazim) di kawasan berhampiran utk ke Kedutaan Indonesia bagi melunaskan solat sunat Eid-ul-Adha. Di Kedutaan bertakbir dan solat jemaah bersama ratusan warga Indonesia dan Malaysia.

9.20 pagi....selesai solat, aku bingkas bangun...hati terasa, isteri akan melahirkan pada bila2 masa.

9.25 pagi....tiba semula di klinik dan Doktor terus memberitahu isteri akan melahirkan pada bila2 masa saja, terus ke bilik bersalin, genap 5 minit kemudian, lahirkan anak keempat kami, alhamdulillah.

10.00 pagi aku ke surau Kedutaan Indonesia utk menyampaikan khabar berita tentang kelahiran kepada semua. Pada tika aku masuk ke surau, jemaah sedang bersalam2an antara satu dgn yg lain, dan org pertama yg aku khabarkan adalah kepada Iman Samir....warga Syria yang selalu mengimamkan solat Jumaat, solat Tarawikh dan solat2 sunat Eid di Kedutaan Indonesia.

Kemudiannya aku kembali ke klinik dan di arah oleh pegawai klinik utk mendaftarkan kelahiran anak di Marie XVI Paris (majlis perbandaran) sblm 48 jam....memandangkan hari kelahiran adalah pd hari Jumaat, masa akhir untuk pendaftaran adalah pada hari Sabtu jam 4 ptg. Memikirkan kesuntukan masa, aku terus bergegas berjalan kaki ke Marie XVI. Dlm hati terpikir2 "eh....register nanti depa mintak letak nama ke?...takkanlah.....mesti boleh letak nama kemudian....ingat nak letak hari ke 3 atau ke 7 nanti...."

Jam 11.30 tiba di Marie. Ada dua org lebih awal drp aku turut menunggu giliran mendaftar anak, dalam pada menunggu giliran aku tertanya2 kenapa pendaftaran yg di buat oleh org terdahulu drp aku memakan masa...tak habis2....lamanya nak mendaftar. Terfikir lagi, ni mesti dia mintak nama..."alamak, tak sempat nak bincang dgn Mai (isteri).....nak letak nama apa ni?" aku tertanya2 dgn bagai sudah confirm yg nama akan di minta bila mendaftar. Sememangnya kami telah lama berbincang pasal nama.....sejak sblm mengandung lagi aku telah nyatakan kpd isteri, kalau ada anak lelaki lepas ni, nak letak nama Iman Muhammad. Sepanjang kehamilan, anak2 di rumah turut memanggil bayi di dalam kandungan dgn nama IMAN. Tiada nama lain yg terlintas. Nama yg ada cuma Iman Muhammad. Malahan lebih awal dr itu, sejak aku pulang haji pd awal Januari 2009 lagi telah aku nyatakan pd isteri, kalau ada rezeki dpt anak lagi dan kalau lelaki ingin aku letakkan nama Muhammad....mengambil nama Rasul pilihan.

Masih menunggu giliran di Marie XVI, berlegar lagi difikiran aku akan nama Rayyan atau Rayn. Nama ini sememangnya pernah aku dengar sblm2 ini, bgmp, baru2 ni, genap 4 minggu lalu semasa khutbah Jumaat oleh Ustaz Samir yg bertemakan ibadah haji, beliau ada menyebut perkataan Rayyan yg memberi maksud gerbang syurga yg dikhaskan buat umat yg rajin berpuasa. Aku minat....namun kalau di letak Iman Muhammad Rayyan.....alamak pjgnya fikir ku. Aku bincang gak dgn isteri dlm tempoh 4 minggu tersebut, isteri kata sedap nama Rayyan tp terlalu pjg kalau di sekalikan dgn Iman Muhammad. Seminggu slps khutbah Ustaz Samir aku membaca mesej dr Ipar duai yg membalas mesej aku yg bertanya maksud nama anak mereka yg baru lahir kira2 dua bulan lepas. Arrieanna nama baby girl mereka.....kata mereka nama tu mereka dapat daripada website www.muslim-names.co.uk. Pada masa melayari web tersebut aku mencari juga nama Rayyan.....dan aku dapati ada 3 ejaan iaitu Rayan, Rayyan dan juga Rayn. Dalam hati berkata "bagus gak letak Rayyan tp guna ejaan yg pendek "RAYN" taklah pjg berjela nama baby......namun nama Rayyan atau Rayn tak juga dpt aku putuskan.

Pada 18 Nov/1 Zulhijjah, jam 6 pagi slps bersahur utk puasa sunat, aku membuka Facebook, tgk update status kawan di UIA....ringkas bunyinya menyarankan semua berpuasa sunat Zulhijjah. Aku terperanjat....eh...aku tak tau pun selama ni mmg digalakkan berpuasa sunat bulan Zulhijjah sehingga hari wukuf.....aku terus bertekad utk terus berpuasa sehinggalah 9 Zulhijjah. Dlm hati berkata "eh....susah gak ni nak puasa....si Ana (kakak) dan bebudak dr KL semua ada kat sini, nak ajak jln2 takkan aku puasa depa makan....mcmana ye???" Aku tertanya2 tp cekal hasrat aku nak jugak berpuasa.

Alhamdulillah aku puasa dan terus berpuasa sehinggalah tiba waktu sahur pada 9 Zulhijjah, dlm lena tidur aku bermimpi....mimpi aku ke Tabung Haji berbincang perihal simpanan utk ke tanah suci, aku terjaga jam 5.35 pagi dan ntah apa yg diingat ntah apa yg difikir, tanpa di duga perkara pertama yg aku ingat....bukanlah hal mimpi tadi tp aku hati menyebut2 nama "Rayyan"....berulang kali aku sebut, tp aku berkata semula "oohh...mungkin aku niat nak puasa, insyaAllah dpt genap puasa sunat sampai 9 Zulhijjah, teringat khutbah Ustaz Samir pasal ganjaran org berpuasa...tu yg teringat gerbang Rayyan tu" aku berkata2 sendirian semasa bersahur.

Bagaimanapun kebetulan yg berlaku pagi tadi iaitu org pertama yg aku khabarkan kelahiran bayi iaitu kepada Ustaz Samir yg genap 4 minggu lalu membuat aku terus menimbangkan utk meletakkan nama Rayyan sbg sebahagian drp nama bayi yg baru sahaja dilahirkan kira2 dua jam tadi. Dlm masa menunggu giliran, aku sms kpd ramai kawan2 di Paris, KL, Makkah tentang kelahiran cahayamata 2 jam lebih awal.

"a laize monsiuer...." tetiba suara petugas kaunter memanggil menghentikan lamunan dan menandakan giliran aku telah tiba. Di kaunter aku diminta memberi pengenalan diri serta isteri dan terus petugas bertanya nama anak sambil menghulurkan kertas kosong aku aku menulis. Hati bagai tak dpt putuskan namun tangan aku menulis lancar nama "Iman Muhammad Rayn". Nama tersebut terus didaftarkan ke dalam sijil beranak tepat jam 11.59 minit tengahari.

Kelahiran Iman pada 10 Zulhijjah/27 November mmg telah aku jangkakan sejak awal kehamilan lagi wp doktor menjangkakan tarikh kelahiran adalah pada 10 Disember. Ramai bertanya, mcmana boleh meneka tepat tarikh kelahiran sedangkan due date yg dijangka doktor jauh lagi, Mudah bagi aku.....banyak kebetulan yg berkaitan dgn tarikh2 berkenaan, antaranya :-



1. 27 November adalah tarikh aku berlepas dr Paris ke Jeddah dlm perjalanan haji aku tahun lalu

2. 27 November adalah tarikh ulangtahun pernikahan kakak (Ana) yang sulung yang juga kebetulan ada bersama kami di Paris untuk menyambut Raya Haji dan Anniversary mereka

3. 27 November juga adalah tarikh lahir boss pertama saya di Paris

4. Kebetulan juga tarikh 27 adalah tarikh lahir anak saudara bongsu saya di KL yang baru lahir pada 27 Ogos dan juga anak saudara pertama isteri yang lahir pada 27 September

5. Juga kebetulan, tarikh lahir anak pertama dan kedua saya bagai boleh diterbalik-balikkan, iaitu Hadi lahir pada 15 Januari (15.01) manakala anak kedua (Amirah) lahir pada 11 Mei (11.05). Melihat kepada kebetulan ini, saya jangkakan kelahiran anak keempat (Iman) akan jatuh pada tahun 27.11 memandangkan anak ketiga saya (Nadia) lahir pada 21 Julai (21.07)

6. Tambahan lagi, nombor bilik pejabat baru saya juga adalah No27 (baru berpindah dr aras 7 ke aras -2 pada pertengahan tahun)

7. Kebetulan lain adalah no 27, jika diterbalikkan akan menjadi 72, iaitu no diplomatik Malaysia di Perancis

8. No 72 itu juga merupakan sebahagian daripada plat kereta CD saya di Paris

9. No 72 juga adalah satu2nya nombor bas yg lalu di hadapan rumah saya

10. Kalau semua mengikuti blog saya, tentu ingat no 72 adalah no Maktab saya di Makkah tahun lalu.....

1 lagi kebetulan yang amat penting sebenarnya adalah tarikh lahir isteri sekiranya mengikut kalender Hijrah yang kebetulan jatuh pada hari-hari Tasyrik (kemungkinan 12 Zulhijjah). Memandangkan anak lelaki pertama lahir pada bulan Syawal seperti juga saya (27 Syawal), tentunya anak lelaki seterusnya ini lahir berdekatan dengan tarikh lahir Umminya, mengikut tahun Islam. Walau apa pun kisah serta kebetulan yang berlaku, bagi saya apa yg jauh lebih penting biarlah anak ini membesar menjadi hamba Allah yg diberkati, diredhai, dan dirahmati setiap detik masa, menjadi hamba yg soleh yang mendapat tempat yang tinggi di dunia dan di muliakan di akhirat. InsyaAllah.

Terima kasih yg tak terhingga atas doa2 anda semua. Amin.



Monday, November 30, 2009

Kurniaan Allah di Aidil Adha - 10 Zulhijjah 1430

Alhamdulillah, pada Hari Raya Aidil Adha - 10 Zulhijjah 1430 bersamaan 27 November 2009, jam 9.30 pagi, kami dikurniakan seorang lagi permata hati. Pada hari yg sama saya diminta membuat pendaftaran kelahiran bayi di Mairie XVI Paris (majlis perbandaran), tanpa saya sangka, pihak Mairie XVI terus meminta nama penuh bayi.........Apa agaknya nama yg terlintas di fikiran tuan/puan semua? Saya menanti jawapan semua esp dr empunya blog PDKM....silakan menerka...............
......bersambung
Tuan/Puan semua belum pun sampai 1 hari saya kenalkan anak ini kpd dunia, saya telah terima puluhan tekaan nama yg ada antaranya cukup menarik dan seharusnya saya timbangkan sblm membuat pilihan. Ada juga antara nama yg tuan2 tekakan turut saya dan keluarga bincangkan sblm kelahiran. Antara nama2 yg diteka adalah:-
  • Lutfil Azlee
  • Azlee Adha
  • Iman Nur Rahman
  • Mohd. Adha Ibrahim
  • Muhammad Azli Lutfil
  • Mohammad Amirul Azli
  • Muhammad Rahman
  • Muhammad Tauhid Rahman
  • Abid Rahman
  • Mohd. Taufiq
  • Mohd. Tauhid
  • Lutfi Rahman
  • Lutfi Syafik
  • Muhammad Syukur
  • Muhammad Azli Adha
  • Amirul Adha
  • Habibul Rahman
  • Imran Paris Jr
  • Lutfil Azlee
  • Muhammad Azizul Rahman
  • Lutfil Adha
  • Muhammad Aidil Adha
  • Qurbani
  • Muhammad Azlie Rahman
  • Muhammad Adha Azlie
  • Ibrahim
  • Ismail
  • Muhammad Azli
Yg paling mencuit hati tentunya tekaan dr Glasgow yg meneka "Qurbani" Bgmp, setakat ini....nama2 yg diteka masih belum tepat....saya bagi sedikit lagi clue, demi merakamkan cinta saya pd Rasul dan mendapat keberkatan...."Muhammad" adalah sebahagian dari nama anak kecil ini. Selain itu, Kak Zie yang meneka 3 kali telah dpt meneka dgn tepat sebahagian lagi namanya dr salah 1 tekaan nama yg dicuba.....tp apakah nama penuh anak saya ini....silakan terus mencuba :-)
...............bersambung lagi ni.....
Wahai kakak2, abang2, adik2, sahabat2 ku yg baik budiman, spt yg dijanjikan sblm tamat waktu pejabat di Malaysia, saya kenalkan...nama anak kecil ini ialah IMAN MUHAMMAD RAYN(disebut Rayyan)........ Harap berkat nama ini....Kak Zie, En Li...inilah erti IMAN yg pernah kita sama2 bincangkan kira-kira 2 minggu lepas
Oklah sapa pemenangnya ye???

Tuesday, November 24, 2009

Labaikallahumalabaik....(Part XVII - Tanpa Jemu, Hidup & Mati ku hanya untuk Mu)

Sesungguhnya hari2 yg berlalu di Madinah membawa pelbagai kenangan serta kaguman yg tidak mungkin dilupakan. Ziarah ke Madinah kali ini tambah bermakna dgn sambutan ulangtahun kelahiran yg ke 38 yg di"raikan" di Ba'qi.
Pada hari ulangtahun itu juga aku diberikan hadiah yg teramat istimewa sbg tetamu Rasul di Masjidil Nabawi. Selepas solat Jumaat sedang aku mengaji, aku teringatkan peluang2 jemaah yg aku lihat dapat bersolat fardu di Raudah, ada juga yg dapat beribadah di Raudah dr satu waktu solat fardhu ke satu lagi solat fardhu yang lain. Aku langsung tidak cemburu namun berharap dan berdoa agar aku diberi peluang yg serupa, sekurang2nya bersolat Maghrib di dalam taman syurga. Slps bersolat Asar di saf2 hadapan aku meninjau2 peluang utk memasuki Raudah, hasrat di hati utk memasukinya slps waktu Maghrib dan berharap dapat terus di Raudah sehingga Isya'. Aku beratur dengan tenang disebalik kesesakan ribuan jemaah, dalam sekelip mata aku sudah memasuki Raudah. Aku bersms dengan isteri, kakak, abang dan adik perempuan "Im kat Raudah skrg ni, ada apa2 nak kirim doa". Secepat kilat mendapat balasan drp semua. Aku mengambil peluang berdoa, mengaji dan berzikir, sehinggalah azan Maghrib dilaungkan betul2 di ruang atas (platform) Raudah. Semasa azan berkumandang dada bagai berombak2 menahan sendu. Aku cukup teruja di beri peluang bersolat fardhu Maghrib di taman syurga.
Sebaik sahaja selepas Maghrib, aku menunaikan solat2 sunat, dalam hati berkata "Ya Allah baru tadi pagi aku kata aku nak solat fardhu di Raudah, aku nak berada di Raudah antara 2 solat fardhu....dah dapat dah...alhamdulillah, mmg hadiah yg tak terhingga nikmatnya". Aku bersolat dan terus2an bersolat sunat, di hati berkata2, "tentunya peluang di sini tak lama, kejap lagi kenalah tarik keluar dgn guard2 Arab ni" sambil melihat jemaah2 di arah dan diseret keluar dr Raudah oleh petugas2 keselamatan Masjidil Nabawi. Setelah puas bersolat aku menunggu giliran ku utk di arahkan keluar....tunggu dan terus menunggu....pelik lagi ajaib, aku dan ramai juga jemaah yang lain, terus dibiarkan berada di dalam Raudah. Beberapa ketika kemudian, azan Isya' dilaungkan, bergenang airmata ku mensyukuri nikmat berada di Raudah dr sebaik shj slps solat Asar sehinggalah solat Isya'. Aku tidak bersendirian, aku nampak bbrp jemaah lain ada yang menyeka airmata dan bersolat sunat sblm solat fardhu Isya. Sebaik sahaja selesai bersolat Isya' aku bingkas bangun dan membuat solat sunat lagi. Dari kini kanan dan belakang aku keadaan menjadi sedikit kecoh, aku tidak hiraukan langsung. Rupanya aku sedari petugas2 keselamatan mula menarik layar2 pemidang di kawasan Raudah bagi memberi peluang kepada jemaah wanita memasuki Raudah. Kebetulan aku berada di saf pertama ruang Raudah yg akan menempatkan jemaah wanita, yang dijadualkan masuk kira2 setengah jam lagi.
Di ruang hadapan Raudah (tmpt yg terus dikhaskan utk jemaah lelaki sahaja), aku nampak ramai jemaah yg bersama aku tadi telah diarah keluar bagi memberi peluang pada jemaah lelaki lain. Aku terkesima "Ya Allah, aku dilayan bagai tetamu diRaja, diberi ruang solat di Raudah dr Asar hingga ke Isya'. Selesai Isya, aku masih di sini, diruang yg agak kosong ini, cukup selesan dan mendamaikan.....Subhanallah". Aku bagai tak percaya mendapat peluang sebegitu, di ruang tersebut aku dan hanya bbrp jemaah lelaki sahaja (kira2 10-15 jemaah) bagai di kuarantin utk terus beribadah di taman syurga....satu pengalaman yg tak akan aku lupakan sehinggalah tiba masa mendapat tempat disyurgaNya kelak.
Terlalu banyak kisah di Raudah yang ingin aku bicarakan, namun cukup aku katakan aku benar2 bersyukur atas segala nikmat dan pengajaran selama berada di taman syurga. Tambah manis lagi indah pengalaman berada di Raudah utk tempoh masa yg lama sptmana yg aku lalui pada hari tersebut, bukanlah berakhir pd hari itu, berturut2 pada 2 hari berikutnya aku diberikan peluang yg sama....sehinggalah aku sendiri memutuskan utk tidak terlalu mengutamakan kuantiti masa sebaliknya memastikan kualiti masa yg digunakan setiap kali berada di Raudah. Hari2 slps itu...aku tetap memasuki Raudah...setiap hari sehinggalah hari terakhir di Madinah.Satu kisah yg tidak akan aku lupa bilamana melihat seorang jemaah separuh usia menadah tangan menangis terisak2 tika aku sedang leka mengaji. Aku berhenti dan merenung sambil cuma memahami apa yg didoakan jemaah yg aku kira berbangsa Arab, secara kasar aku simpulkan beliau mendoakan kesejahteraan pejuang2 Islam serta keluarga penjuang syuhada di seluruh dunia....airmata ku mengalir sama, mengalir mengenangkan kejahilan dan kesombongan diri yg jarang atau boleh aku katakan tak pernah mendoakan pejuang2 tersebut sedangkan diberi peluang berkali2 dan dlm masa yg panjang di Raudah. Aku kesal...teramat kesal, terus aku cari ruang duduk lebih berdekatan jemaah tersebut dan mengAMINkan segala yang didoakannya tanpa beliau sedari sehingga tamat doa beliau.
Mengenangkan peluang yg lama berada di Raudah bukanlah niat aku utk mengagungkan diri (nauzubillah), apa yg ingin aku sampaikan adalah - Jika org yg spt aku yg jahil dan jauh dr kesempurnaan, diberikanNya peluang sebegitu, YAKINLAH saya percaya, semua yang lain boleh mendapat peluang yg sama, tp spt yg saya katakan....pentingkan KUALITI bukan setakat kuantiti saja....berada lama di Raudah tak mungkin menjanjikan apa2 jika kita tak bersungguh dlm mendapat keredhaanNya.
Pada hari-hari seterusnya di Madinah, aku mengikuti ziarah luar Madinah yang dikelolakan oleh TH.....alhamdulillah, wp tmpt2 yg dilawati pernah aku ziarahi sblm ini (semasa umrah 6 bulan lalu) aku tetap teruja dan mendapat byk ilmu2 baru dari tourist guide yang merupakan pelajar Malaysia di Madinah Islamic University. 2 pengalaman yang paling mengesankan adalah semasa membuat lawatan ke Bukit Uhud dan kemudiannya ke Masjid 2 Kiblat.
Semasa di Uhud, perasaan saya menjadi terlalu sebak....ntah mengapa, semasa pelajar tersebut menceritakan senario peperangan Uhud, saya yg sememangnya amat menggemari bidang sejarah semasa sekolah dan pernah mendapat pendedahan ketenteraan serta keselamatan, berilusi jauh. Episod Perang Uhud bagai tersorot satu persatu di layar mata dan hati. Bagai saya boleh bayangkan teknik serta stetegi perang yg direncanakan oleh Rasulullah dan kecekalan tentera Islam dlm menghadapi kekalahan. Pelajar tersebut menceritakan tentera Islam kalah disebabkan terbunuhnya seorang pejuang syuhada (saya lupa namanya) yang cukup rapat dgn Rasulullah dan mempunyai rupa seiras Rasul pilihan. Pihak musuh meraikan kematian beliau dan bersuka ria serta mewar-warkan yg Rasulullah telah berjaya dibunuh. Berita ini disambut gundah oleh semua pejuang Islam yg turut menyangka Rasulullah telah terbunuh dan sekaligus membunuh semangat juang pejuang Islam sehingga mengakibatkan kekalahan Islam. Mendengar peristiwa yg diceritakan saya termenung jauh....terlalu jauh sehingga terdetik di hati "Sanggup ke aku mati kerana agama, sanggupkah aku mati dlm keadaan yg sama, kalau aku hidup di zaman Rasulullah, dimanakah aku sebenarnya.....bersama tentera Islam atau bersama kaum munafik".....aku tertanya2 dan berjalan sendirian ke makam yg menempatkan para syuhada.....berdoa dgn penuh kesayuan....melihat Bukit Uhud yg kemerah2an.....bagai dibasahi darah syuhada. Aku tertanya lagi "apakah ada peluang utk org2 spt aku utk mati syahid?" persoalan demi persoalan bermain diminda sehingga saat meninggalkan Uhud....sewaktu kaki meninggalkan bumi Uhud, ku bagai rasai panasnya darah pejuang syuhada masih kekal terasa sungguhpun sudah berkurun lamanya.
Manakala di Masjid 2 Kiblat, pelajar tersebut menceritakan kesungguhan Rasulullah yg berdoa kpd Allah berterusan setiap saat masa tanpa jemu selama kira-kira 16 bulan dlm usaha Baginda memujuk Allah memberikan arah kiblat baru kerana umat Islam sering menjadi mangsa ejekan Yahudi yg turut berkiblatkan Al-Aqsa ketika itu. Di akhir 16 bulan berdoa, barulah Allah makbulkan dan berlakulah peristiwa 2 kiblat yang merupakan pusingan setentang 180 darjah dr arah kiblat terdahulu. Mmg saya kagum dgn pertukaran kiblat tersebut....sejak dulu lagi, namun apa yg lebih mengkagumkan adalah kecekalan dan sikap tidak berputus asa Rasulullah yg berdoa dan terus berdoa utk mendapat apa yg diharapkan oleh umatnya ketika itu. Cukup agung pengorbanan Rasul, dlm hati berkata "kau tgk....16 bulan berdoa baru dapat, ni kau, kekadang baru 1,2 minggu doa dah malas nak doa, malas nak usaha lagi..... apalah. Padahal apa yg kau doa tu utk diri sendiri, bukan utk agama pun....hebatnya Rasulullah" Aku memasuki ruang masjid, bersolat dan terus memikirkan perihal doa selama 16 bulan...."hebat betul Baginda, padahal yg didoakan tu bukan hal peribadinya, Dia mintak kat Allah tunjukkan Kiblat pun utk org solat kpd Allah....itupun Allah makbulkan lepas 16 bulan, padahal kalau Allah nak mudahkan.....anytime je Allah boleh bg petunjuk slps sekali Rasul berdoa....." Dalam diri terfikir kerendahan akal sendiri sblm ini, hati terdetik lagi "sedangkan Rasul yang merupakan kekasih Allah dibiarkan berdoa utk agama Allah selama 16 bulan, nikan pula kita yg bukan pun kekasih dan berdoa meminta benda yg bukan pun menegakkan agama....takkan mudah2 Allah nak bagi, usaha, doa dan niat kena betul dan benar2 jujur, sebaiknya segalanya demi mendapat keredhaanNya....baru makbul". Aku pulang ziarah hari itu dengan penuh kesyukuran atas pengajaran2 yg dihidayatkan.
Dlm kesibukkan aku di Madinah, aku sedari hampir kesemua rakan2 rapat terutamanya dr Mesir yang dikenali semasa di Makkah tempohari tidak dapat aku temui di Madinah....walhal kami tinggal di hotel dan aras yg sama. Aku tak langsung bertemu Hj Sabli, Hj Yahya dan Fauzi, cuma sempat bertemu Ustaz Yazid dan Pak Ya....itu pun cuma seketika, saat mereka berlepas pulang dr Madinah ke Jeddah. Terharu di saat bepisah namun aku bagai yakin 100% akan bertemu semua samada di Mesir ataupun di Malaysia, satu hari nanti. Manakala saudara mara yg ingin aku temui, semuanya aku temui di Madinah. Keluarga makcik isteri (Mami Idah dan Pakcik Yahya) yg tak aku jumpa di Makkah turut bertemu, rupanya mereka sekeluarga menginap di Madinah Oberoi Hotel iaitu betul2 di hadapan Al Haram Hotel yang aku nginapi. Kak Zauyah, Abg Razak, Ani, Ahmad yang semuanya menginap di Movenpick selalu juga aku temui.....dan setiap kali menjejak kaki ke Movenpick Hotel aku akan menjamu selera aiskrim Movenpick kegemaran yg jual sedikit murah drp harga di luar hotel berkenaan. Oh...tentunya aku bertemu sahabat bernama Hafiz di souq Andalus Plaza Hotel utk mengucapkan terima kasih atas doa2 yg beliau titipkan kepada ku yg mungkin turut merealisasikan hasrat aku utk menunaikan haji pada tahun tersebut.
29 Disember/1 Muharram di Madinah, selepas Syuruk aku mengaji di ruang berpayung dlm Masjidil Nabawi. Menjelang Dhuha, payung2 dikuncupkan, sinaran matahari yg menyilaukan menimbulkan hasrat utk aku pulang ke hotel. Sementara berjalan menuju ke pintu keluar, aku ternampak ada siling yg sudah sedia terbuka, di hati berbicara "eh...Im, apa kata kau baca Quraan kat sini, sedap ni berangin" sambil aku duduk betul2 di tengah2 bukaan siling berkenaan. Semasa membuka Quran hati berdetik "Ya Allah, kan baik kalau aku dpt tgk kebesaran kau di langit Madinah ni" jauh di sudut hati menyimpan harap dpt melihat kalimah Allah yg tidak dapat aku saksikan di kaki langit Arafah semasa wukuf tempohari. Namun harapan yg tidak sedikit pun disertai desakan. Seterusnya aku mula membaca, belum pun habis 1 mukasurat, aku membetulkan duduk ku, tangan kiri di peha dan tangan kanan memegang Quraan....aku mendongak ke langit. Subhanaallah....JELAS sejelas jelasnya, aku nampak kalimah ALIFF LAM LAM HA di langit Madinah......aku merenung tak berkelip terpegun hingga tidak sempat berkata atau berbuat apa2. Selama agak2 1,2 minit aku menyaksikan kalimah Allah......aku tunduk mengaji baru terasa sebak di dada melihat kebesaranNya sendirian di langit Madinah....bumi bertuah berkembang pesatnya agama Allah yg dipimpin oleh Rasulullah sehinggalah saat beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Di Madinah juga aku dpt menyelesaikan juz ke 30 pada 30 Disember 2008/2 Muharram 1430. Alhamdulillah. Aku begitu pelik, jika semasa ketibaan aku pada 27 Nov di Jeddah aku mengambil masa kira2 3 -4 jam utk membaca 1 juz, tetapi bila biasa mengamalkan Quran aku boleh membaca 4,5 juz dlm masa 1 hari. Subhanallah. Keesokkannya aku menumpukan perhatian dengan membeli belah memandangkan tarikh perlepasan pulang terlalu hampir. Slps solat Subuh, aku mencari beberap tandamata buat keluarga dan kawan2. Memandangkan beg sudah terlalu berat, aku bercadang membeli sesuatu yg kecil dan ringan...Tasbih tentunya. Sebaik shj keluar dr Masjidil Nabawi, sblm sampai di Al Haram Hotel aku ternampak tasbih yg cukup menarik pandangan aku...tasbih mutiara dan batu coral (lu'lu' wa marjan)...teringat Surah Ar-Rahman yg sememangnya baru je aku baca mlm sblm itu. Tawar menawar sehingga mendapat harga yg aku inginkan aku berkata "Saya mau beli 5, tp saya tak bawa dompet skrg ni, saya dtg nanti sblm atau slps Zohor". Penjual warga Indonesia di kedai itu berkata "Boleh Bapak, lagipun skrg ni saya tak punya 5 tasbih ni, cuma ada 3 saja....nanti saya cuba carikan 5 ye.....tp Zohor nanti saya tiada di sini, jumpa teman saya ya Pak.....nanti saya simpankan, nama Bapak siapa?" Aku memberi nama dan terus pulang ke bilik.
Di bilik aku berbaring dan berbual dgn anak Uncle Salim yg belajar di sekolah agama, aku bertanya "Dik....surah Ar-Rahman turun kat mana, Makkah ke Madinah". Tanpa mau memalukan aku beliau menjawab "Alah, uncle ni buat2 tak tau pulak...takkan uncle tak tau, saya tgk uncle hari2 dgn Quran je" Saya senyum dan menggeleng kepala menjawap "Bg tau jelah mmg uncle tak tau...baru skrg ni uncle mula balik baca Quran". Beliau terus menjawap "surah tu turun di Madinah uncle....kenapa uncle tanya". Bagai satu kebetulan. Saya bingkas bangun dr perbaringan terus mandi, menukar pakaian dan bagai tidak boleh menunggu lagi, saya terus keluar ke kedai tasbih tadi. Semua di bilik bertanya "Imran...kau nak ke mana??? Baru je kau balik...kata tadi nak rehat?" Aku senyum dan terus keluar tanpa berkata apa2.
Di kedai, penjual tadi juga agak terperanjat melihat kehadiran aku yg jauh lebih awal dr jangkaan beliau. Terus melayan dan memberi aku 3 tasbih tersebut. "Eh...saya mau 5...kenapa bg 3?" saya bertanya. Beliau menjawap "Maaf ye Pak Imran...sudah kehabisan...ada 3 saja yg tinggal, ni sebenarnya stok bulan Ramadhan...skrg sudah out of stock" Aku membayar dan mau terus meninggalkan kedai. Penjual menahan dan bertanya "Pak Imran, mengapa ye Bapak dtg lebih awal dr yg dijanjikan?" Saya menjawap "ooo...tak de apa, saya suka surah Ar-Rahman....kebetulan sy baca surah Rahman mlm tadi, kebetulan juga arwah Bapa Mertua saya bernama Abdul Rahman.....td di bilik bila sy tau surah Rahman turunnya di Madinah, saya terus dtg....mau pastikan saya dpt beli tasbih ni cepat2...takut org lain beli. Mmg saya nak sekurang2nya 3, mau bagai pd org2 paling rapat dgn saya...Ibu saya yg kebetulan juga asalnya dr Indonesia, Makcik saya yg pernah menjaga saya semasa kecil dan juga Kakak saya. Kalau boleh saya mau lagi 2 tasbih...mau beri pada ibu mertua dan isteri.....". Beliau mengangguk2 dan tersenyum, membalas "baguslah Pak...moga berkat". Kami bersalaman, sempat saya bertanya "eh....Bapak ni nama apa ya?"....Beliau tersenyum menggeleng-gelengkan kepalanya menjawap selamba "Nama saya Abdul Rahman juga Pak". Saya benar2 terperanjat....bagai KEBETULAN segala2nya.
Ptg tersebut, rakan2 sebilik (Hj Nakhafi dan Uncle Salim sekeluarga) pulang ke Singapura melalui Jeddah. Alhamdulillah, aku sempat bertemu dan mengucapkan slmt jln pada kesemua mereka pd petang tersebut. Kesedihan jelas tak terbendung oleh kesemua mereka....dlm hati aku berkata "nanti esok mcmana pulak aku....tp aku rasa ok kot, tak sedih mana sgt...taklah mcm aku nak tinggalkan Makkah hari tu". Mlm tersebut aku menerima 2 tetamu - Hj Salleh dan seorang lg petugas TH yg aku tak ingat namanya tp takkan aku lupa jasa2 mereka yg byk membantu aku di Makkah tempohari. Sy bertanya sebab kedatangan mereka berdua, mereka berkata mereka ingin membincangkan butiran terperinci urusan perlepasan aku dr hotel ke Madinah International Airport.
Khamis, 1 Januari 2009/4 Muharram 1430. Berpuasa. Aku bangun Subuh, ke Masjidil Nabawi....subuh terakhir di sini. Aku rileks. Slps Subuh aku sempat masuk ke Raudah, slps solat2 sunat, hati berdetik "Eh Im, kau dah khatam 1 kali di Makkah, 1 kali di Madinah.....setakat ni je ke...what's now??? Cukup ke 2 kali khatam....kau patut teruskan mengaji, apa kata kau cuba ngaji mcm Ustaz Yazid cadangkan....khatam tiap bulan....kalau busy sgt pun at least mengaji setiap hari....mana tau dpt khatam 1 kali dlm masa 2 bulan pun bagus" Mengira2...."eh, ni dah 4 Muharram, kalau nak baca 1 juz 1 hari, maknanya kena kejar selesaikan 4 juz, sehari 2 ni.....tp mesti boleh, hari tu kau boleh baca 4 -5 juz 1 hari...MESTI BOLEH" Aku terus mengambil Quran dan mula membaca Al Fatihah dan Al-Baqarah. Membaca dan terus membaca sehingga tiba waktu dhuha. Aku keluar dr Masjid utk ke hotel...pelik cuaca mendung....mendung sesangat. Aku berfikir "ooo...mungkin awal lagi kejap lg adalah matahari" Aku pulang ke bilik dan berkemas2...sempat last minute shopping utk sahabat2 rapat di Paris. Aku lalui Zohor sptmana biasa...slps Zohor, makan dan mengaji. Cuaca Madinah kekal mendung. Aku bersms dgn Kakak "Ana, hari ni Madinah mendung terus2an, suram dan redup je" Kakak menjawap "Madinah pun sedih sbb tetamu Allah nak pulang". Bagai benar apa yg di sms, sememangnya aku lihat ramai yg meninggalkan Madinah hari itu....termasuklah aku sendiri. Slps Asar aku yg bersolat di saf2 hadapan masjid terus membuat ziarah wada' kpd Rasulullah, saat melalui Raudah dan makam baginda....dada terasa sebak....kaki teramat berat, aku cekalkan diri mengucapkan Slm dan Slmt Tinggal kpd Rasul pilihan....dan terus keluar dr Masjidil Nabawi. Pelik lagi ajaib, sebaik sahaja keluar dr makam Rasul cuaca di luar masjid menjadi terang benderang....cahaya matahari bersinar tiada mendung tiada awan kelabu. Aku kehairanan....terus melangkah ke hujung satu lagi Masjid utk mengambil sandal yg aku tinggalkan. Kira2 7,8 minit berjalan, blm sempat mengambil sandal....cuaca kembali mendung semendung-mendungnya. Aku sedikit sebak namun aku biasa2kan saja melawan rasa.
Pulang ke bilik berehat dan mengemas lagi beg. Berbuka puasa dgn zam zam dan tamar, aku bersolat jemaah Maghrib. Sempat lg bersolat di ruang atas Masjidil Nabawi.....cuaca terus mendung. Sebaik shj lepas solat aku sempat mencuri2 pandang Raudah dan Makam Baginda dr atas dan terus bergegas keluar dr perkarangan Masijidil Nabawi. Naik ke bilik mengambil beg dan terus keluar dr hotel. Kenderaan GMC sedia menanti wp sedikit lewat. Aku menerima sebotol besar zam zam atas ehsan petugas TH yg juga aku lupa namanya, orgnya muda, hansem bagai adik kpd aku...byk beliau membantu selama aku di Al Haram Hotel, namun buah tangan terakhir (zam zam) yg beliau beri benar2 buat hati aku tersentuh...memandangkan mengikut paraturan sbg jemaah haji luar negara, Kerajaan Saudi tidak menyediakan air zam zam. Aku tidak mengetahuinya dan tidak pula membawa zam zam dr Makkah tempohari. Jasa petugas tu hanya Allah yg membalasnya.
Aku menaiki GMC sekali lg dgn Tuan Hj Salleh dan seorg petugas Madinah Fitri namanya, berketurunan Melayu mungkin seusia dgn aku, dilahirkan di Madinah dan kini berkerja di Jeddah. Kami bertiga berbual rancak sepanjang perjalanan ke Madinah Airport yang hanya 30 minit saja dr hotel. Tiba di airport Hj Fitri dan Hj Salleh membantu urusan check in dan sebagainya. Selesai dlm sekelip mata, aku bagai tak percaya begitu mudah urusan di sini....spt juga urusan check in aku di kaunter Saudi Air masa di Paris tempohari di saat perlepasan ke Jeddah. Mereka berdua menghantar aku sehingga ke gate keselamatan. Aku bersalaman dgn Hj Salleh....tetiba perasaan sebak yg teramat sebak terbit di jiwa....beliau memeluk aku dgn erat....aku masih menahan gelora yg meluap2. Aku memeluk Hj Fitri yg baru aku kenal kira2 45 minit tadi.....tanpa dpt aku kawal lagi aku bagai kehilangan nafas, dada berombak kencang, ganas bergelora...aku menangis terisak-isak sampai menggigil seluruh badan. Hj Fitri cuba menenangkan aku dgn memeluk aku erat2 dan terus bertanya "Hj Imran....kenapa ni...kenapa ni...mengapa tiba2 Tuan Hj jd mcm ni....jgnlah" beliau seakan kehairanan mengapa aku yg tadi berbual rancak dgn beliau di dalam kereta tetiba menangis terisak2 bagaikan anak kecil. Aku hanya menggeleng2 kepala....sendiri tak mengerti mengapa. Dr ekor mata aku lihat Hj Salleh tertunduk di sisi dgn lingangan airmata juga. Hj Fitri terus memeluk erat, dan tanpa aku rencana terpacul keluar dr mulut aku "Saya cemas....saya cemas, saya cemas" Fitri bertanya kehairanan...."cemas kenapa....kenapa haji, apa yg dicemaskan" aku membalas "saya cemas jika Allah dan Rasul tak jemput lagi saya menjadi tetamu Allah di Makkah dan Madinah"....saya terus menangis dan menangis. Hj Fitri memeluk aku dan berkata "MasyaAllah, SubhaAllah, Hj...percayalah, tentu Hj akan dtg lagi ke sini...saya akan doakan ye....sudahlah Hj, jgn bersedih lagi" Airport Madinah kosong tika itu.....petugas keselamatan, petugas imigresen semua melihat apa yg terjadi....aku bagai tak kisah apa lagi. Slps reda gelora, aku menarik beg dan terus masuk ke boarding gate. Di dalam boarding gate, aku terus mencari tmpt duduk dan mengaji dan terus mengaji Juz ke 2 Surah Baqarah...airmata terus menitis satu persatu di lebaran surah yg di baca. Aku cekalkan hati memujuk diri "Im, nanti kau dtg lagi, dtg dlm keadaan yg lebih sempurna" aku terus mengaji. Hati berdetik lagi "Im...kalau kau betul2 sayangkan Allah sayangkan Rasul, kau mesti terus mengaji mesti tetap dgn Al-Quran" sambil bertekad aku berdoa sblm meninggalkan bumi Madinah agar dipermudahkan utk terus kekal mengaji setiap hari sepanjang tahun sehingga akhir usia.
Tiba masa berlepas, mata terus berkaca2, aku mendaki tangga pesawat, langkah yg di atur serasa berat. Kaki yg memijak bagai terpasak di bumi, kepala bagai terpasung di langit Madinah al-Munawarrah....hati kekal di Makkaahtul Mukarramah. Menunggu saat perlepasan, aku terus mengaji.....dengan nada sebak terisak keseorangan di tempat duduk aku ditemani airmata membaca bait2 akhir Ayat 231 - Surah Al-Baqarah, di saat akhir kapalterbang tidak lagi menjejak bumi Madinah. Aku ucapkan selamat tinggal pd Madinah, dr ruang udara Madinah ku lihat Masjidil Nabawi bergemerlapan...bagai melambai2 agar aku kembali, hati terus berkata2 "Ya Rasul, memang tak ditakdirkan kita bertemu di dunia....aku redha asalkan aku dpt selalu menziarahi Mu di sini......" Gemerlapan cahaya Masjidil Nabawi...sedikit demi sedikit pudar terus lenyap dr pandangan, namun kerinduan aku pada Makkah dan juga Madinah tak mungkin lenyap, tak mungkin pudar.....di celah kegelapan langit malam dan awan mendung Madinah, aku merayu merintih pd Allah pd KekasihNya "biarkanlah aku terus merindui Mu tanpa jemu, hidup dan mati ku hanya untuk Mu"
................TAMAT